Trending

Hujan Musim Normal, Tapi Tetap Waspada Bencana Hidrometeorologi

– Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika mengatakan bahwa secara umum, karakter hujan pada musim hujan 2025/2026 termasuk dalam kategori normal atau sebesar 69,5 persen. Namun, adanya risiko ancaman hidrometeorologi perlu diperhatikan, terutama di daerah yang diprediksi curah hujannya melebihi rata-rata.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengenai prediksi musim hujan di berbagai daerah Indonesia. “Musim hujan 2025/2026 di Indonesia akan tiba lebih cepat dibandingkan kondisi biasanya, sesuai dengan pemantauan iklim terkini, sebagian wilayah Indonesia sudah memasuki musim hujan sejak Agustus 2025, dan secara bertahap akan menyebar ke sebagian besar wilayah pada bulan September hingga November 2025,” ujar Dwikorita Karnawati kepada para wartawan dalam Konferensi Pers Prediksi Musim Hujan 2025/2026 di Jakarta.

Dwikorita Karnawati menyebutkan bahwa secara umum karakter hujan pada musim hujan 2025/2026 berada dalam kategori normal, yaitu sebesar 69,5 persen. “Ini berarti intensitas hujan musiman tidak terlalu berbeda dari kebiasaan,” ujar Dwikorita Karnawati.

Namun demikian, menurut Dwikorita Karnawati, terdapat 193 ZOM atau Zona Musim dengan 27,6 persen di antaranya berpotensi mengalami musim hujan yang bersifat di atas rata-rata. Termasuk di dalamnya sebagian besar Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, beberapa daerah Sulawesi, serta Maluku dan Papua.

Baca Juga  Jasa Pembuatan Website Murah

Selain itu, terdapat pula 20 ZOM yang 2,9 persen diprediksi mengalami musim hujan di bawah rata-rata. “Dengan situasi ini, ancaman bahaya hidrometeorologi yang bisa menyebabkan dampak seperti banjir, banjir bandang, genangan air, tanah longsor, dan angin kencang tetap perlu diwaspadai, khususnya di wilayah yang memiliki prediksi curah hujan di atas rata-rata,” kata Dwikorita Karnawati.

Oleh karena itu, menurut Dwikorita Karnawati, BMKG mengajak kementerian/lembaga, pemerintah daerah, sektor terkait, dan masyarakat untuk memperkuat persiapan. Penyesuaian jadwal tanam pertanian, pengelolaan waduk dan saluran irigasi, perbaikan sistem drainase, pengendalian hama di perkebunan, serta tindakan pencegahan dampak ancaman cuaca ekstrem harus dilakukan lebih awal agar dampaknya bisa diminimalkan.

Dwikorita Karnawati mengajak seluruh pihak terkait, termasuk pemerintah pusat, daerah, serta masyarakat luas, untuk memanfaatkan data cuaca dan iklim yang disediakan oleh BMKG sebagai dasar dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

BMKG, menurutnya, menekankan pentingnya tindakan pencegahan di berbagai bidang dalam menghadapi musim hujan ini. Di sektor pertanian, misalnya, penyesuaian jadwal tanam, penggunaan varietas yang tahan terhadap genangan, serta perbaikan sistem irigasi dan saluran air menjadi kunci agar produksi tidak terganggu.

Di bidang perkebunan, kelembapan yang tinggi harus diatasi dengan pengendalian hama dan penyakit, pengelolaan sistem drainase yang efektif, serta penyesuaian pemupukan. Sedangkan di sektor energi, pengelola waduk perlu memaksimalkan pengisian sejak awal musim dan menyesuaikan operasi waduk sesuai dengan puncak curah hujan agar ketersediaan air dan pasokan energi tetap terjaga.

Baca Juga  Momen Menkeu Purbaya Makan Ayam Penyet di Warung Tenda

Di sisi lain, Wakil Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan bahwa faktor global dan regional berkontribusi terhadap perubahan musim hujan tahun ini. Pada Agustus 2025, fenomena El Niño–Southern Oscillation (ENSO) berada dalam keadaan netral (indeks –0,34), sehingga tidak ada dampak yang signifikan dari Samudra Pasifik.

Namun di sisi lain, menurut Tardhasena Sopaheluwakan, Indian Ocean Dipole (IOD) tercatat dalam keadaan negatif (indeks –1,2), yang mengindikasikan adanya pasokan tambahan uap air dari Samudra Hindia ke wilayah Indonesia khususnya bagian barat.

Selain itu, menurut Ardhasena Sopaheluwakan, suhu permukaan laut di sekitar perairan Indonesia lebih tinggi (+0,42) dibandingkan rata-rata klimatologis, yang menyebabkan terbentuknya awan hujan yang lebih intens. ENSO netral diperkirakan tetap berlangsung hingga akhir 2025, sedangkan IOD negatif diperkirakan berlangsung hingga November 2025.

“Kemajuan musim hujan dibandingkan dengan biasanya memberikan keuntungan positif bagi petani dalam menyesuaikan pola tanam lebih awal, agar meningkatkan hasil produksi serta mendukung upaya pemerintah dalam mencapai kemandirian pangan,” ujar Ardhasena Sopaheluwakan.

Baca Juga  Momen Menkeu Purbaya Makan Ayam Penyet di Warung Tenda

Selain itu, sektor bencana dan kesehatan juga perlu lebih waspada. Ancaman banjir, tanah longsor, serta genangan air di daerah dengan curah hujan tinggi dapat dikurangi melalui sosialisasi kepada masyarakat, pembersihan saluran air, serta kesiapan proses evakuasi. Di masa transisi di NTB, NTT, Papua Selatan, dan beberapa wilayah Sumatera, ancaman kebakaran hutan dan lahan tetap harus diwaspadai.

Dari segi kesehatan, peningkatan kelembapan udara diperkirakan meningkatkan risiko penyebaran penyakit tropis seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), terutama pada bulan Desember 2025 hingga Januari 2026, sehingga langkah pemberantasan sarang nyamuk, fogging terpusat, dan sosialisasi kepada masyarakat perlu diperkuat.

“BMKG telah meningkatkan penyediaan informasi iklim dan cuaca melalui berbagai saluran, seperti aplikasi ponsel, media sosial, serta komunikasi langsung dengan pemerintah daerah. Kami berharap data ini dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam perencanaan, mitigasi, dan pengambilan keputusan yang tepat, sehingga dampak dari ancaman bahaya bisa diminimalkan,” ujar Ardhasena Sopaheluwakan.***

Related posts: