RAPAT Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat akan menyetujui Rancangan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 mengenai Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) pada Kamis, 2 Oktober 2025. Sebelumnya, seluruh fraksi diBadan Legislasitelah menyetujui hasil penyelarasan, penyeragaman, dan penguatan konsepRUU P2SKpada rapat di Kompleks Parlemen, Rabu, 1 Oktober 2025.
Ketua Komisi Legislasi DPR Bob Hasan berharap perubahan ini menjadi amanat UU yang dapat diterapkan secara hati-hati. “Sebagai lembaga negara, yaitu P2SK, lembaga yang independen, dapat dipercaya, sebagai pemicu pembangunan nasional kita,” ujarnya dalam Rapat Pleno Pengambilan Keputusan RUU P2SK, Rabu, 1 Oktober 2025.
Pada hari Selasa kemarin, Ketua Panitia Kerja Mohammad Hekal telah menyampaikan poin-poin perubahan dalam RUU P2SK kepada Badan Legislasi DPR. Menurut Hekal, Komisi XI menyerahkan dokumen tersebut ke Baleg karena pembahasan telah selesai, sehingga diperlukan harmonisasi. “Kami telah melakukan pembahasan dan pembentukan Panja perubahan RUU ini sejak Januari 2025,” ujarnya saat rapat di Baleg DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 30 September 2025.
Seorang politikus Partai Gerindra menjelaskan bahwa revisi ini dilakukan karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan terdapat ketidaksesuaian konstitusional dalam beberapa pasal di UU P2SK. MK menilai bahwa pasal-pasal tersebut, antara lain mengenai persetujuan Menteri Keuangan terhadap rencana kerja dan anggaran operasional Lembaga Penjamin Simpanan, dapat mengancam kemandirian lembaga tersebut.
Dalam aturan yang baru, Hekal menyampaikan bahwa persetujuan terhadap rencana kerja dan anggaran tahunan Lembaga Penjamin Simpanan dari Kementerian Keuangan kepada DPR. Selain itu, mekanisme jika DPR tidak menyetujui rencana kerja dan anggaran tahunan LPS serta penyempurnaan penjelasan mengenai cakupan dan detail anggaran tahunan. “Ini menjadi dasar untuk independensi LPS. Itulah alasan mengapa dia harus terlepas dari pembahasan anggaran pemerintah,” ujarnya.
Selain itu, perubahan ini mengatur perubahan rencana kerja dan anggaran tahunan LPS pada tahun berjalan yang dilakukan setelah mendapatkan persetujuan DPR. Di sisi lain, revisi ini juga menambahkan tanggung jawab baru bagi LPS, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Indonesia dalam program edukasi serta pemberdayaan masyarakat dan lingkungan yang dilaksanakan secara inklusif.
Selanjutnya, revisi ini mengatur aturan terkait tindak pidana dalam sektor jasa keuangan. Aturan ini menyesuaikan ketentuan penyidikan tindak pidana di bidang perbankan, perbankan syariah, pasar modal, dan asuransi. “Aturan restoratif dalam sektor jasa keuangan,” ujar Hekal.
Di sisi lain, perubahan ini juga menambahkan tujuan serta penjelasan tambahan mengenai anggaran untuk kegiatan operasional Bank Indonesia. Selanjutnya, revisi ini juga mengatur penilaian dan evaluasi kinerja LPS, OJK, dan BI. Hekal menyatakan bahwa aturan ini juga membahas perlindungan hukum bagi anggota dewan komisioner serta pejabat dan pegawai di LPS, OJK, danBI.
Berikut adalah beberapa variasi dari teks yang diberikan: 1. Selanjutnya, revisi ini memperluas wewenang OJK dalam pengaturan, termasuk komite seleksi OJK dan LPS dalam pemilihan anggota dewan komisioner. Di samping itu, aturan ini menyesuaikan rujukan dalam pasal terkait anggota dewan komisioner. 2. Revisi ini memberikan kewenangan tambahan kepada OJK dalam hal pengaturan, termasuk proses pemilihan anggota dewan komisioner melalui panitia seleksi OJK dan LPS. Selain itu, aturan ini mengubah rujukan dalam pasal mengenai anggota dewan komisioner. 3. Dalam revisi ini, OJK diberi wewenang lebih luas dalam pengaturan, termasuk dalam pemilihan anggota dewan komisioner melalui panitia seleksi OJK dan LPS. Selain itu, aturan ini menyesuaikan referensi dalam pasal terkait anggota dewan komisioner. 4. Revisi tersebut menambahkan wewenang OJK dalam pengelolaan, termasuk dalam pemilihan anggota dewan komisioner oleh panitia seleksi OJK dan LPS. Di sisi lain, aturan ini juga menyesuaikan rujukan dalam pasal mengenai anggota dewan komisioner. 5. Selanjutnya, revisi ini meningkatkan kewenangan OJK dalam pengaturan, termasuk dalam pemilihan anggota dewan komisioner oleh panitia seleksi OJK dan LPS. Selain itu, aturan ini menyesuaikan rujukan dalam pasal yang berkaitan dengan anggota dewan komisioner.
Dalam revisi ini juga diatur mengenai ketentuan pendelegasian wewenang oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, LPS, dan BI untuk bertindak dalam maupun luar pengadilan. Sementara itu, standar biaya OJK, LPS, dan BI harus mendapatkan persetujuan dari DPR.
Sementara itu, masa berlaku pungutan di sektor jasa keuangan yang diterapkan oleh OJK juga menjadi bagian dari perubahan revisi ini. Demikian pula mengenai dana pertanggungan wajib kecelakaan lalu lintas.
Hekal menyebutkan bahwa revisi ini juga memperluas wewenang LPS dalam menyelesaikan masalah perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah. Penambahan ini mencakup jaminan polis untuk perusahaan asuransi serta perusahaan asuransi syariah. Selanjutnya, Hekal mengatakan bahwa revisi ini juga mengatur aset keuangan digital dan aset kripto dalam inovasi teknologi sektor keuangan.